Pages

Tuesday, July 9, 2013

Buruh Kalbar Tak Digaji di Riau


Ket Photo:
SEBANYAK 26 buruh bangunan asal Desa Penibung, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak tidak mendapatkan upah setelah bekerja selama tujuh bulan di Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau. Mereka dijanjikan gaji yang besar, namun hingga kembali ke rumah masing-masing janji itu tidak dipenuhi. Kemarin, mereka mendatangi Kantor Komnas HAM Perwakilan Kalbar di Jalan DA Hadi, Pontianak. Para buruh tersebut mengadukan nasib mereka dan berharap Komnas HAM membantu memperjuangkan hak-hak mereka.
Persoalan ini dimulai ketika para buruh itu mendapatkan tawaran untuk bekerja pada sebuah proyek pembangunan jalan dan jembatan di Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau, September 2012.  Salah seorang buruh Abdullah AS Fadli mengatakan, saat itu dia dijanjikan akan mendapatkan upah sebesar Rp200 ribu perhari. Proyek sendiri menggunakan sistem borongan. Semakin rajin bekerja semakin besar upah yang akan diterima. “Karena yang mengajak itu sudah saya kenal saya langung setuju saat ditawari. Saya tidak tanya macam-macam. Pokoknya modal kepercayaan saja,” cerita Abdullah.

Tak berapa lama Abdullah langsung berangkat bersama sejumlah pekerja lain. Mereka dibawa dengan menggunakan kapal laut. Saat berangkat mereka dipinjami uang sebesar Rp1 juta rupiah untuk keluarga masing-masing. “Uang itu saya berikan ke istri saya, untuk belanja selama ditinggal,” kata warga Jalan Dokter Rubini, RT 21 RW 07 kelurahan tengah, Mempawah Hilir

Sampai di lokasi proyek, mereka tidak langsung bekerja. Saat itu bahan material bangunan belum tersedia. Selama satu bulan mereka menganggur. Baru setelah datang material bangunan, pekerjaan dimulai.   Selama bekerja, mereka tinggal di camp-camp yang terbuat dari papan dan tripleks. Di malam hari mereka tidur tanpa tilam. “Kami tidur dengan alas terpal. Kalau malam kedinginan,” ungkap Abdullah. Padahal saat awal berangkat mereka dijanjikan akan ditempatkan di camp yang layak dan nyaman.

Para buruh itu juga mengeluhkan jatah makanan yang diberikan. Tidak jarang mereka diberi makanan basi. Seringkali waktu makan sudah terlambat. “Pernah beberapa kali kami dikasih nasi basi. Biasanya kami diberi mie instan satu kardus untuk 26 orang. Kalau makan siang biasanya sudah jam dua. Perut sudah lapar. Padahal kami capai kerja berat,” katanya.  Buruh lain, Herlan, mengatakan selama bekerja mereka kerap mempertanyakan pembayaran upah mereka. Namun para mandor selalu menyatakan upah akan diberikan jika pekerjaan mereka sudah diselesaikan. Karena itu mereka terus bekerja hingga proyek selesai.

“Tetapi setelah proyek selesai, gaji tidak juga diberikan. Akhirnya kami pulang tanpa membawa uang. Kasihan orang rumah, mereka berharap kami dapat uang yang banyak, tapi tak tahunya tidak bawa apa-apa,” kata Herlan.  Setelah pulang ke Kalbar, mereka masih berharap upah mereka bisa dibayarkan. Namun empat bulan berlalu sejak kepulangan mereka Februari lalu, upah yang diharapkan itu tak kunjung diberikan. “Jumlah total upah yang belum dibayar itu Rp169 juta. Jumlah itu dibagi untuk 26 orang. Jadi rata-rata upah yang belum dibayar itu Rp6,5 juta untuk setiap orang,” katanya.

Herannya, semua pekerja sama sekali tidak tahu nama perusahaan yang mempekerjakan mereka. Sejak awal tidak ada kontrak kerja yang mereka tandatangani. “Semuanya hanya modal kepercayaan. Kami awalnya tidak menduga kalau akan ada masalah pembayaran. Jadi kami tidak cek lagi nama perusahaannya. Yang penting kami kerja saja,” kata Muhajiri, buruh lain.

Kondisi inilah yang menyulitkan Komnas HAM untuk meminta pertanggungjawaban. Ketua Komnas HAM Perwakilan Kalbar Kasful Anwar mengatakan, karena nama perusahaan yang mempekerjakan di Kepulauan Riau tidak diketahui, pihaknya merasa kesulitan untuk menuntut pihak-pihak yang bertanggungjawab. Meski demikian Komnas HAM menyatakan akan coba menindaklanjuti laporan para buruh tersebut. “Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu para buruh ini,” kata Kasful.

Anggota DPRD Kabupaten Pontianak, Susanto, yang mendampingi para buruh mengatakan, pihaknya akan mengkonfirmasi persoalan ini pada Bupati Anambas. Susanto berencana mengunjungi Kabupaten Anambas dalam waktu dekat. “Kami sudah rencanakan untuk pergi ke Anambas dalam waktu dekat. “Kami akan mencari titik temu untuk menyelesaikan masalah ini. Kami akan mendesak pemerintah Anambas untuk ikut serta menyelesaikan masalah ini,” katanya.  (her)

No comments:

Post a Comment